ONLY
TEARS
Cast: Choi Sulli, Lee Minhyuk, other
Genre: sad romance
Author: Risandi Putri
Sulli POV
Mungkin yang terbaik memang seperti ini. Lebih baik aku menghilang
daripada aku terus mengukir luka untuknya. Tapi apakah aku kuat merelakannya dengan
rasa sayangku yang begitu besar padanya? Tuhan beri aku kekuatan. Mungkin
memang ini jalan terbaik.
“Sulli-ah! Minhyuk ada di depan, dia
ingin menemuimu.” Aku mendengar omma memanggilku, ini bukan pertama kalinya
Minhyuk oppa berkunjung. Tapi aku tak pernah menemuinya selama beberapa hari
terakhir ini. Dia juga tak bisa menemuiku di sekolah karena sudah lima hari aku
tak masuk karena sakit.
“omma, bilang saja aku masih sakit
dan tak bisa menemuinya.” Aku berkata setelah membuka pintu kamarku. Masih
sakit? Tentu saja tidak, karena besok saja aku sudah bisa masuk sekolah.
“sepertinya dia sangat ingin
menemuimu.” Omma berkata seraya meninggalkanku. Omma sangat dekat dengan
Minhyuk oppa, omma begitu menyukainya. Karena Minhyuk oppa banyak merubah hidupku.
Dan saat ini omma kecewa akan perlakuanku pada Minhyuk oppa.
Aku melihat punggung Minhyuk oppa
yang berjalan menjauh meninggalkan rumahku, ingin sekali aku berteriak padanya
dan memeluknya. Oppa, mianhae.
***
Aku sedikit cemas, aku diantar appa
ke sekolah hari ini. Bagaimana jika Minhyuk oppa menungguku, aku harus
menjelaskan apa padanya? Dan benar saja, Minhyuk oppa sudah menungguku di depan
gerbang sekolah. Setelah dia melihatku, dia segera menghampiriku dan mengucap
salam pada appaku.
“Minhyuk, tolong jaga gadis nakal
ini. Dia masih belum begitu sehat.” Kata appa dan Minhyuk oppa hanya tersenyum.
“appa, aku berangkat.” Aku
berpamitan pada appa dan mulai masuk melewati gerbang sekolah.
“ajjeosi annyeong.” Minhyuk oppa
memberi salam perpisahan pada appa.
“Sulli-ah!” Minhyuk oppa menggandeng
tanganku dan kami berjalan beriringan. Benar saja, aku tak bisa menjauh dari
Minhyuk oppa. Aku benar-benar tak sanggup.
“oppa,” panggilku padanya
“ne?” jawabnya seraya menatapku
dengan pandangannya yang meneduhkan.
“mianhae.” Hanya itu yang bisa
kuucapkan. Minhyuk oppa menatpku heran, kemudian dia tersenyum dan memelukku
sekilas.
“gwenchana. Sebaiknya kau segera
masuk kelas.” Minhyuk oppa berkata karena kita sudah sampai di depan kelasku.
Aku hanya mengangguk dan masuk kelas. Minhyuk oppa pergi ke kelasnya setelah
memastikan aku duduk di bangkuku.
“Sulli-ah!” Jiyoung memelukku ketika
tau aku datang. “akhirnya kau masuk sekolah juga, aku sudah lama menunggumu.
Lima hari bukan waktu yang singkat.”
“ne, ne. Ara!” aku hanya menjawab
seperlunya.
“apa kau masih bersama Minhyuk
oppa?” Jiyoung bertanya yang sudah bisa kutafsirkan sebelumnya. Aku hanya
mengangguk.
“sepertinya aku tak bisa jauh
darinya.” Aku berkata lirih. Jiyoung mentapku iba.
“aku akan membantumu Sulli-ah. Kau
tenang saja.” Aku hanya mengangguk mendengar perkataan Jiyoung.
Kriiing kriiiing
Bel istirahat berbunyi, aku segera
pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas yang menumpuk. Aku pergi sendiri
karena Jiyoung masih ingin pergi ke kantin dan dia berjanji akan menyusulku
nanti.
Aku bisa melihat Minhyuk oppa
berjalan bersama gerombolan temannya, mereka selalu bersama. Ke empat namja
yang selalu bergurau kemanapun mereka pergi. Aku berniat untuk tidak menarik
perhatiannya dan segera ke perpustakaan.
“hei Sulli! Kau sudah sembuh?” tanya
seorang teman Minhyuk oppa yang bernama Sungjae.
“ah ne.” Aku menjawab singkat, sudah
bisa dipastikan pasti Minhyuk oppa menhampiriku.
“ayo ke kantin, kau tak lapar?”
tanya Minhyuk oppa ketika kita sudah dekat.
“ani, aku harus mengerjakan tugas
yang menumpuk. Lihatlah!” aku mengangkat beberapa buku di depan matanya.
Minhyuk oppa hanya tersenyum.
“kalau begitu biar aku bantu. Ne?”
Minhyuk oppa menawarkan jasanya, aku berpikir sejenak.
“bukankah kau ingin ke kantin oppa?”
“ne, tapi... ehm.. aku akan
menyusulmu setelah ke kantin.” Minhyuk oppa melambai padaku. Ketiga temannya
juga melambai padaku, aku hanya tersenyum dan kembali berjalan menuju
perpustakaan.
Perpustakaan sepi siang siang itu,
aku memilih bangku yang berada di belakang seperti biasa. Pertama aku menyalin
catatan Jiyoung yang begitu banyak.
“Choi Sulli, pacar Minhyuk itu.” Aku
mendengar seseorang sedang bicara. Aku menajamkan pendengaranku, sepertinya itu
perbincangan siswi kelas 3.
“aku kasihan pada gadis itu, kau tau
mantan Minhyuk, si nenek sihir Jewon itu....”
“Sulli-ah!” Jiyoung memanggilku
membuatku tak bisa mendengar perkatan dua orang gadis tadi.
“chagi!” Minhyuk oppa datang bersama
Jiyoung. Aku tersenyum, aku bisa melihat dua gadis yang sedang membicarakanku
tadi membelalakkan matanya menyadari ada aku disana.
“sampai mana kerjamu?” Jiyoung duduk
di depanku.
“aku masih mencatat, sudah hampir
selesai.
“apa yang bisa kubantu? Ah! Aku bisa
mencari buku yang akan kau pinjam chagi.” Minhyuk oppa membuka-buka bukuku.
“aku butuh buku sastra, bisa kau
carikan oppa? Sepertinya itu di deretan paling depan.” Aku berkata- hati-hati,
Minhyuk oppa mangangguk dan pergi untuk mencari.
“matematika, jika ada yang tidak kau
mengerti biar aku jelaskan. Ah, apa kau meminta Minhyuk oppa yang menjelaskan?”
Jiyoung menggodaku dan berhasil membutku tertawa.
“dia sudah kelas tiga, dia harus
banyak belajar untuk dirinya sendiri.” Aku berkata sambil terus menulis.
“tapi dia bisa belajar dengan mengajarimu
rumus tertentu.” Jiyoung tetap tak mau kalah, tapi aku hanya diam.
“chagi, buku ini kan?” Minhyuk oppa
datang dengan membawa buku yang aku perlukan.
“ne, gomawo oppa.” Aku berkata
seraya tersenyum.
“aku juga sudah meminjamkannya, ini
memakai kartuku.” Minhyuk oppa kembali duduk di sebelahku.
“ah manis sekali. Kau beruntung
Sulli, seorang Minhyuk yang digilai kebanyakan gadis di sekolah ini adalah
pacarmu.” Jiyoung berkata dengan bangganya.
“Jiyoung-ah, apa begitu banyak yang
menyukaiku?” Minhyuk oppa berlagak bodoh menanggapi perkataan Jiyoung. Seperti
itulah mereka berdua jika bertemu. Mereka selalu bergurau, tak jarang mereka
menggodaku.
Kriing
kriiing
“ah, kenapa waktu istirahat singkat
sekali?” Minhyuk oppa berkata seraya memandangku penuh arti. Aku hanya
tersenyum, aku segera beranjak dan mengajak Jiyoung untuk kembali ke kelas.
“oppa, sampai ketemu nanti.” Aku
mengucap salam dan dibalas senyuman oleh Minhyuk oppa. Kami bertiga berjalan
keluar perpustakaan dan berpisah ketika aku dan Jiyoung masuk kelas. Aku yakin
sekarang, aku memang tak bisa jauh dari Minhyuk oppa.
Sulli
mengerjakan tugas yang menumpuk di meja belajarnya. Ponselnya berulang kali
berdering, Minhyuk menghubunginya sejak tadi. Sulli berniat mengabaikannya
karena dia sedang sibuk saat itu, tapi dia tak tahan dan segera menjawab
panggilan itu.
“yeobosaeyo
oppa?”
“chagi,
kenapa kau tak mengangkat teleponku? Apa kau sedang sibuk?” suara Minhyuk
terdengar disana.
“tugasku
menumpuk oppa, aku harus segeramenyelesaikannya. Mianhae.” Jawab Sulli.
“apa
kau tak butuh bantuanku? Aku pergi ke rumahmu ya? Lagipula ini masih jam 7.”
Suara Minhyuk terdengar memohon. Sulli berpikir tak ada salahnya dia menerima
tawaran Minhyuk.
“ehm,
ne.” Jawab Sulli singkat.
“ne
ne ne. Tunggu aku beberapa menit lagi.” Minhyuk menutup teleponnya. Sulli
berpikir sejenak, akankah Jewon tau jika Minhyuk ke rumahnya?
“aku
pikir kau masih lama oppa.” Sulli membukakan pintu untuk Minhyuk.
“anio,
sebenarnya aku sudah dekat sini saat menelponmu tadi. Hehe.” Minhyuk tertawa
membuat Sulli ikut tersenyum karena tingkahnya. “dimana orangtuamu?”
“mereka
ada di dalam. Mau aku panggilkan?”
“sepertinya
nanti saja.” Minhyuk duduk di sofa biru rumah Sulli. Minhyuk banyak membantu
Sulli dalam mengerjakan tugasnya. Tugas itu selesai lebih cepat dari perkiraan
Sulli.
“sekarang
kau percaya kan kalau aku benar-benar mempunyai otak yang istimewa?” Minhyuk
bertanya Sulli menjawabnya dengan pukulan bantal di wajah Minhyuk.
“kenapa
kau begitu percaya diri oppa?” Sulli tertawa.
“itu
memang kenyataan chagi. Ah, sepertinya ini sudah malam, sepertinya aku harus
segera pamit pada orangtuamu.” Sulli memanggil orangtuanya karena permintaan
Minhyuk. Pasangan itu terlihat begitu bahagia, namun ada seseorang di luar pagar
rumah Sulli, menatap kebahagian mereka. Dia tampak begitu kacau, dia kecewa,
dan dia meninggalkan rumah itu tanpa masuk lebih dahulu.
“Sulli,
ada bingkisan ini untukmu.” Jiyoung berteriak ketika melihat Sulli datang, dan
menunjuk kotak di atas bangkunya.
“dari
siapa?” Sulli duduk di bangkunya dan melihat bingkisan itu tanpa menyentuhnya.
“tidak
ada nama pengirimnya. Minwoo kesini!” Jiyoung berkata dan memanggil Minwoo yang
baru datang.
“bingkisan
apa itu, jika itu makanan jangan lupa untuk memberiku.” Minwoo berkata seraya
menghampiri Jiyoung dan Sulli. Sulli membuka bingkisan itu, dia berteriak
melihat isinya.
“aahhh!”
Sulli mendorong kotak itu menjauh darinya. Dengan sigap Minwoo mengambil kotak
itu dan melihat isinya.
“wae
Sulli?” Jiyoung ikut melihat kotak itu bersama Minwoo.
“bukankah
ini kelinci?” Minwoo mencoba mengambil
bangkai kelinci penuh darah itu. Namun segera dicegah oleh Jiyoung.
“apa
kau akan mengambilnya? Hentikan!” Jiyoung memukul Minwoo. “tapi dari siapa
bingkisan ini?”
“Jewon
eonni.” Sulli bergumam namun Minwoo dan Jiyoung bisa mendengarnya.
“ya!
Bau apa ini?” kata seorang teman kelas mereka.
“Minwoo
apa itu? Baunya dari kotak yang kau pegang.” Ketua kelas mereka menegur.
“arasho
arasho, aku akan segera membuangnya.” Minwoo berjalan keluar untuk mengubur
bangkai kelinci putih itu.
“mungkinkah
itu Jewon?” jiyoung bertanya.
“siapa
lagi jika bukan dia?” Sulli menerawang jauh, ada Minhyuk dipikirannya.
“apa
yang diinginkan Jewon itu? Bukankah dia hanya mantan Minhyuk oppa? Kenapa dia
datang dan merusak segalanya? Hubunganmu baik-baik saja selama 5 bulan ini
sebelum dia datang.” Jiyoung kesal dengan kelakuan Jewon pada sahabatnya.
***
Sulli
dan Minhyuk berjalan bersama menyusuri halaman sekolah pagi itu. Sebenarnya
Sulli sedikit takut untuk bersama Minhyuk di depan umum, tapi dia tak bisa
menolak ajakan Minhyuk apalagi itu merupakan kebiasaan mereka berdua.
“semoga
harimu menyenangkan Chagi!” Minhyuk berkata ketika Sullisudah sampai di
kelasnya.
“ne,
gomawo oppa.” Sulli tersenyum dan segera masuk kelas. Dia begitu kaget melihat
wajah Jiyoung penuh memar.
“gwenchana.”
Kata Jiyoung seakan tau maksud pandangan Sulli.
“ceritakan
padaku ada apa?” Sulli mengguncang badan
Jiyoung pelan.
“aku
jatuh dengan Minwoo semalam, lihatlah!” Jiyoung memberi isyarat untuk melihat
Minwoo yang baru datang.
“aigo,
kenapa kalian tak memberitahuku?” Sulli mengacak rambutnya. “Minwoo,
gwenchana?”
“gwenchana.”
Jawab Minwoo singkat. Tanggapan itu tak seperti biasanya, bahkan Minwoo
terlihat lebih murung. Sulli memilih diam dan hanya mengobrol seperti biasa
dengan Jiyoung.
“oppa!”
Sulli memanggil Minhyuk yang berjalan di depannya, Minhyuk segera membalikkan
badan.
“chagi.”
Jawabnya.
“kenapa
dengan kepalamu?” Sulli memperhatikan kepala Minhyuk yang diperban.
“ada
seseorang dengan sengaja melempar botol kaca padaku waktu olahraga tadi. Tapi
tak ada yang tau siapa pelakunya.” Minhyuk menjelaskan dan membuat hati Sulli
mencelos.
“kau
di serang?” Sulli bertanya ragu.
“anio,
apa yang kau pikirkan. Aku tak terlihat geng tawuran manapun chagi.” Jawan
Minhyuk seraya merangkul Sulli berniat mengajak Sulli berjalan bersama namun
Sulli segera melepas dirinya dan berlari.
“chagi!
Wae? Kau mau kemana?” Minhyuk berteriak melihat Sulli berlari menjauh darinya.
Minhyuk mengejarnya.
“oppa,
aku ingin ke toilet. Jangan mengejarku!” Sulli berteriak dan membuat Minhyuk
menghentikan larinya.
“ah
arasho. Nanti aku antar kau pulang.” Minhyuk membiarkan tubuh Sulli menghilang.
Sulli
terus berlari hingga menemukan punggung Minwoo dan Jiyoung duduk di taman
seperti biasa.
“katakan
padaku!” Sulli berkata seraya terengah-engaha, kedua sahabatnya tampak bingung.
“wae?”
Jiyoung menatap Sulli heran.
“Jewon
yang melakukan ini pada kalian! Kalian tak pernah kecelakaan, tapi ini semua
ulah Jewon. Benar kan?” jiyoung tercengang mendengar Sulli.
“Sulli-ah.”
“kenapa
kalian tak bilang padaku? Kalian anggap aku apa? Ini sudah tak bisa dibiarkan!
Dia juga sudah mulai menyerang Minhyuk oppa.” Sulli menangis, Minwoo
menghampirinya dan memeluknya.
“kami
baik-baik saja.” Minwoo berbisik dan Sulli mendorongnya.
“sepertinya
aku benar-benar harus menjauhi Minhyuk oppa. Aku tak bisa melihat orang-orang
yang aku sayngisakit karenaku.” Sulli berlari. Minwoo dan Jiyoung terdiam,
jiyoung merasa kasihan pada Sulli. Tapi di pukuli bukanlah hal yang
menyenangkan.
“Jiyoung-ah!”
Minhyukberteriak mencoba mengalahkan suara bising siswa-siswi yang berebut
untuk pulang.
“oppa!”
Jiyoung ikut berteriak agar suaranya dapat didengar.
“ada
apa dengan wajahmu?” Minhyuk menatap muka Jiyoung yang penuh memar.
“jatuh.
Bukankah itu lelucon yang bagus, gadis sepertiku ini bisa jatuh.” Jiyoung
mencoba tertawa yang dipaksakan.
“sepertinya
kau menjadi jiyoung yang lemah sekarang.” Minhyuk mengacak rambut Jiyoung.
“dimana Sulli?”
“mwo?
Dia bilang dia buru-buru karena harus pulang denganmu. Aku pikir dia
menemuimu.” Jiyoung tampak heran.
“jinjha?
Mungkin aku harus mencarinya di depan. Gomawo.” Minhyuk segera mengambil
motornya dan berpikir dia akan mendapati Sulli menunggunya di gerbang. Namun
kenyataannya berbeda, Minhyuk tak menemukan Sulli, dia memarkir motornya di
gerbang dan mulai bertanya pada tiap orang yang lewat barangkali dia melihat
Sulli. Hingga sekolah sepi dia tak juga menemukan Sulli.
“oppa,
apa kau masih belum menemukan Sulli?” Jiyoung mendekati Minhyuk yang berdiri
bersandar pada gerbang.
“ne,
aku tak menemukannya, ponselnya juga mati.” Minhyuk mengangkat ponselnya.
“kenapa
kau tak coba telepon ommanya?” perkataan jiyoung membuat Minhyuk tersenyum. Dia
segera menelpon omma Sulli.
***
Sulli
berjalan gontai menuju rumahnya, dia membuka pagar besi yang dingin itu dengan
hati nanar. Dia menangkap sosok yang khawatir sedang menunggu di depan teras
rumahnya
“chagi?
Gwenchana? Kenapa kau tak mengabariku jika kau tak ingin pulang denganku?” Minhyuk
memeluk Sulli.
“sedang
apa kau disini?” Sulli membuat suaranya sedingin mungkin.
“wae?
Aku mencarimu seharian ini? Kenapa ponselmu juga mati?” Sulli bisa mengerti
dari suara Minhyuk bahwa dia sangat khawatir.
“apa
itu menjadi urusanmu?” Sulli berkata namun tak berani menatap Minhyuk
sedikitpun.
“chagi,
ada apa denganmu?” Minhyuk makin heran dengan sikap aneh Sulli.
“sebaiknya
kau pulang. Apa kau tak tau ini sudah malam? Bahkan kau belum mengganti
seragammu.” Sulli bergegas masuk rumahnya dan menutup pintu dengan cepat.
Braaakkk!!!
“Sulli!
Ada apa denganmu? Kenapa kau melakukan ini padaku?” Minhyuk menggetuk pintu itu
dengan keras.
“oppa!
Sebaiknya jangan pernah menemuiku lagi. Hubungan kita berakhir sampai sini!”
Sulli berteriak, kini Minhyuk menggedor pintu itu.
“apa
yang kau bicarakan? Chagi, jika memang ada sesuatu sebaiknya kita mengobrol
baik-baik. Bukan seperti ini caranya.” Minhyuk ikut berteriak untuk membuat
suara terdengar.
“sudah
ku bilang pergi! Aku tidak mau menemuimu lagi!” Sulli menangis, tak sanggup
untuk mengatakan kata-kata lagi.
“chagi!
Sulli-ah! Sebaiknya kita bicara, jangan seperti ini.” Minhyuk terus menggedor
pintu dan berteriak. Namun Sulli tak menjawab, dia tak bisa menahan air mata.
“Chagi,
saranghae! Choi Sulli saranghae!” kata-kata Minhyuk terdengar di telinga Sulli
dan mampu menohok hatinya. Sulli tetap tak berkata apa-apa dan tangisnya makin
hebat. Sebenarnya dia ingin membalas pernyataan cinta Minhyuk, tapi Sulli tak
bisa melakukan itu.
Omma
Sulli keluar, ommanya mendapati Sulli tersedu di pintu dan Minhyuk masih
menggedor sambil berteriak. Ommanya memeluknya, meski ommanya tak mengerti
apa-apa dia hanya ingin membuat anaknya itu lebih tenang.
“omma,
katakan pada Minhyuk oppa untuk segera pulang.” Sulli berkata sambil menangis,
ommanya mengangguk dan keluar untuk menemui Minhyuk.
“ajeoma,
dimana Sulli. Aku sungguh ingin bicara dengannya. Aku tak tau apa yang terjadi
tapi...” Minhyuk tak mampu melanjutkan kata-katanya.
“Minhyuk-ah,
sebiknya kau pulang dulu sekarang. Hari sudah gelap. Ajeoma akan coba bicara
dengan Sulli. Nanti ajeoma akan mengabarimu.” Terang omma Sulli seraya memeluk
Minhyuk. Awalnya Minhyuk ingin mengelak, namun akhirnya dia mengikuti saran
omma Sulli.
“ajeoma.”
“ne?”
“aku
tidak ingin kehilangan Sulli.” Minhyuk berkata kemudian segera pergi
meninggalkan rumah Sulli yang begitu ramah.
***
Minhyuk
selalu menunggu Sulli di depan gerbang sekolah. Namun Sulli tak pernah
sekaliapun menjawab berbagai pertanyaan Sulli. Minhyuk hanya mendengus
mendapati perlakuan kekasihnya yang tidak wajar itu. Namun dia mencoba sabar
dan memberi Sulli waktu. Munhyuk yakin Sulli punya alasan yang kuat.
Hari
itu Sulli pulang lebih sore, Minwoo ataupun Jiyoung sudah pulang lebih dulu.
Sulli melewati jajaran kelas 3 yang masih melangsungakan kegatan belajar
mengajar karena ujian sudah dekat. Sulli jadi ingat Minhyuk, dia selalu berdoa
untuknya.
Sulli
sudah meninggalkan sekolah dan memasuki gang kecil, dia melewati rute yang
lebih dekat dengan menguunakan gang kecil. Namun ada seseorang yang
memanggilnya dari belakang.
***
“oppa!”
Sulli memanggil Minhyuk yang sedang asik membaca bukunya.
“chagi.”
Minhyuk tersenyum lebar karena Sulli sudah menyapanya.
“aku
ingin kau pulang denganku hari ini.”
“ne,
tentu saja. Tapi aku pulang lebih sore. Apa kau mau menunggu?”
“aku
akan menunggumu.” Jawab Sulli seraya berlari meninggalkan Minhyuk.
Minhyuk
hanya tersenyum menyadari Sulli yang begitu susah ditebak. Dia memperhatikan
punggung Sulli yang makin menjauh kemudian hilang ketika dia masuk ke kelasnya.
“omo!
Kau sudah menungguku selama 2 jam. Kautidak lelah?” Minhyuk mengacak poni Sulli
yang duduk di bangku taman sekolah.
“ani,
gwenchana. Aku menghabiskan waktu menungguku dengan ini.” Sulli mengangkat buku
yang sedari tadi dibacanya. Minhyuk tersenyum.
“kajja!”
Minhyuk menggandeng tangan Sulli dan mereka mulai berjalan menyusuri halaman
sekolah. Minhyuk merasa ada yang aneh hari itu. Kembalinya sikap Sulli memberi
kenganjalan tersendiri dihatinya. Namun Minhyuk tak mau memikirkannya lebih
panjang karena dia tak ingin merusak suasana hatinya yang sedang baik.
“oppa,
kita lewat gang kecil saja ya?” tiba-tiba Sulli berkata di tengah perjalanan.
“wae?
Bukannya kita menunggu bus? Kita harus ke halte.” Kening Minhyuk berkerut. “apa
kau tidak lelah? Lebih baik kita naik bus.”
“tapi....”
Sulli mengurungkan untuk meneruskan kata-katanya, “apa kau sangat lelah?”
“ne,
mianhae. Lain kali kita akan lewat gang kecil. Tapi hari ini aku benar-benar
lelah.” Minhyuk memohon. Sulli bisa melihat raut wajah Minhyuk yang menggambarkan
dia sangat kelelahan.
“ne,
geuraeso!” Sulli tersenyum.
Dalam
perjalanan menuju halte keduanya bergurau ringan. Namun Minhyuk bisa menangkap
wajah Sulli yang seakan menyembunyikan sesuatu.
“Sulli-ah
gwenchana?” Minhyuk menghentikan langkahnya karena melihat wajah Sulli yang
tiba-tiba memerah menahan tangis. Dia seakan takut akan sesuatu.
“oppa,
jam berapa sekarang?” tanya Sulli dengan suara bergetar.
“04.30
pm. wae geurae?” Minhyuk bertanya. Minhyuk makin penasaran ada apa dengan
Sulli, kini wajahnya seakan menunggu sesuatu yang sudah lama ia tunggu.
“gwenchana!”
Sulli berteriak.
“tapi...”
Braakkk!!!
Dalam
waktu yang singkat Sulli menarik tangan Minhyuk dan mendorongnya ke tepi jalan.
Minhyuk tersungkur di trotoar. Belum sempat dia merasakan sakitnya dia sudah
bisa melihat Sulli tergeletak di jalan dengan berlumuran darah. Seorang
pengendara motor telah menabraknya. Minhyuk segera bangkit untuk melihat
keadaan Sulli.
“Sulli-ah?
Ireona!” Minhyuk mengguncang tubuh Sulli. Beberapa orang sudah berkerumun untuk
membantu. “tolong panggil ambulan!” Minhyuk berteriak.
Minhyuk
melihat jalan yang penuh darah. Dia mencari si penabrak. Tapi Minhyuk tak bisa
menemukannya. Ini tabrak lari.
Tak
lama kemudian ambulan datang untuk membawa Sulli.
“Minhyuk-ah!”
omma Sulli tiba di rumah sakit dan mendapati Minhyuk duduk di lantai.
“bagaimana keadaan Sulli?”
“molla,
dokter belum keluar.” Hanya kata itu yang bisa diucapkan Minhyuk. Ommanya
mengerti dan duduk di bangku tunggu.
“Minhyuk
oppa!” Minhyuk bisa mengenali suara Jiyoung memanggilnya. Minhyuk mengangkat
kepalanya untuk melihat Jiyoung.
“bagaimana
ini bisa terjadi?” Minwoo yang ada di belakang Jiyoung ikut vertanya pada
Minhyuk.
“tabrak
lari. Sulli menyelamatkanku.” Minhyuk kembali tertunduk. Jiyoung dan Minwoo
hanya diam. Mereka sama khawatirnya, tapi saat ini Minhyuk paling khawatir dan
amat merasa bersalah.
“Keluarga
Choi Sulli?” dokter sudah keluar dari ruang operasi. Wajahanya tak begitu
bersinar. Omma Sulli langsung berdiri untuk ,enemui dokter.
“bagaimana
dok?” omma Sulli sulit berkata-kata
“kepala
Choi Sulli mengalami pembekuan darah. Sepertinya pengendara motor yang menbrak
Choi Sulli mengendarainya dengan kencang. Jelas dokter pada omma Sulli.
“lalu
bagaimana?” Omma Sulli sudah siap dengan kemungkinan terburuk. Minhyuk
mendengar suara dokter sambil berdoa semoga apa yang dikatakan dokter sebentar
lagi bukanlah kabar buruk.
“jesonghamnida
ny.Choi. Sulli-yang tak bisa
diselamatkan.” Perkatakan dokter sepertimpetir menghantam hati Minhyuk. Minhyuk
merasa badannya sangat lemas. Omma Sulli langsung menangis, Jiyoung yang juga
menagis memeluk omma Sulli. Sedangkan Minwoo hanya diam.
***
Minhyuk
berbaring di ranjangnya, dia amsih merasa bersalah dan amat kehilangan atas
kepergian Sulli. Wae? Kenapa harus Sulli?
Kenapa bukan aku saja yang lebih kuat darinya? Harusnya aku, bukan Sulli!
“Minhyuk-ah,
ada teman yang ingin menemuimu.” Ommanya berkata, Minhyuk segera bangkit dari
tempat tidurnya.
“nugu?”
“oppa!”
Jiyoung muncul dari belakang ommanya. Ommanya mempersilahkan Jiyoung untuk
masuk. Ternyata bukan hanya Jiyoung, tapi Minwoo juga disana.
“ada
apa?” tanya Minhyuk heran.
“Choi
ajjeoma, omma Sulli memintaku untuk menceritakan semua padamu.” Minwoo berkata
membuat Minhyuk makin heran.
“mwo?”jawab
Minhyuk santai. Dan Jiyoung mulai menceritakan
yang sebenarnya.
Flashback
“kau
Choi Sulli? Jadi selama ini kau benar-benar menjadi pacar Minhyuk?” Jewon
menatap Sulli tajam.
“ya! Apa kau tak bisa bicara? Sudah
berapa lama kau menjalin hubungan dengan Minhyuk?” seorang teman Jewon ikut
angkat bicara, bahkan gadis itu juga menjambak rambut panjang Sulli. Sulli
hanya diam, dia berusaha untuk tidak menangis.
“Choi Sulli cepat katakan padaku,
sejak kapan kau menjalin hubungan dengan Minhyuk? Apa kau sudah menyukainya
sejak lama?” Jewon menampar pipi Sulli keras, membuat bibirnya sedikit berdarah
terkena giginya sendiri. Sulli hanya diam, kedua teman Jewon dan Jewon
memandangnya sebal.
“aku peringatkan padamu, jangan
pernah mengganggu Minhyuk lagi. Sebaiknya kau cepat putuskan hubungan kalian,
berhenti menemuinya, dan kau juga harus menghindar darinya. Jika sampai aku
melihatmu bersama dia lagi, kau akan tau akibatnya!” Jewon berkata seraya
memukul kepala Sulli. Sulli memekik kesakitan dan menahan tangisnya.
“ya! Apa yang kalian lakukan? Jangan
ganggu temanku!” Jiyoung berteriak, dia tak sendirian, dia mengajak temannya
Minwoo.
“cepat pergi atau akan kulaporkan
kalian!” Minwoo mengancam ketiga gadis itu, ketiganya pergi dengan memancarkan
pandangan benci mereka.
“Sulli-ah, gwenchana?” Jiyoung
memeluk Sulli, tangis Sulli pecah dipelukan sahabatnya itu. Minwoo tak
mendekati Sulli, dia tak sanggup melihat Sulli dengan keadaan seperti itu.
“sebaiknya kau segera mengakhri
hubunganmu dengan Minhyuk hyung.” Minwoo berkata pada Sulli yang masih tersedu.
“ani, sepertinya aku tak bisa.”
Sulli berkata sambil menatap Minwoo yang berdiri satu meter darinya.
“Minwoo-ah, apa yang kau
katakan?” Jiyoung memberi pandangan penuh peringatan pada Minwoo. Minwoo hanya
diam dan membantu Sulli berdiri. Jiyoung dan Minwoo memapahnya. Sekolah sudah
sangat sepi sore itu.
“Jiyoung-ah, jangan sampai
Minhyuk oppa tau tentang ini.” Sulli memohon pada Jiyoung.
“ne, aku tak akan
memberitahunya.”
“kau juga, Minwoo-ah.”
“asal aku melihatmu baik-baik
saja setelah kejadian ini.” Minwoo menjawab dingin. Sulli mencoba tersenyum dan
makin membuat hati Minwoo teriris.
Minwoo mengantar Sulli dengan
motornya, sedangkan Jiyoung pulang jalan kaki karena rumahnya tak jauh dari
sekolah. Hujan lebat saat itu mampu menutupi airmata Sulli yang terus jatuh.
Sulli memeluk Minwoo erat, seakan menaruh beban berat pada Minwoo.
Flashback
end
“Jewon?”
wajah Minhyuk memerah menahan marah dan dalam waktu yang sama dia juga makin
merasa bersalah pada Sulli.
“ne,
belum selesai sampai disitu.” Jiyoung mulai bercerita lagi.
Flashback
Sulli,Jiyoung dan Minwoo berjalan keluar
sekolah, sore itu berangin membuat ketiganya merapatkan jaket karena dingin.
“kalian berdua, bagaimana jika
kita makan di cafe? Bukankah itu seru?” Minwoo menarik Jiyoung dan Sulli dalam
rangkulannya.
“tapi kau yang traktir!”
Jiyoung memukul kepala Minwoo pelan.
“aku mau jika kau yang
traktir.” Sulli ikut bicara.
“kalian berdua ini selalu saja
merepotkanku. ‘Minwoo tak ada yang bisa menjemputku bisakah kau menjemputku di
tempat kursus?’ ‘Minwoo, kenapa komputerku tak bisa menyala?’ ‘Minwoo datanglah
ke rumah aku tak mengerti kenapa motor ini mogok’.” Minwoo menirukan kebiasaan
Sulli dan Jiyoung yang selalu minta bantuannya.
“kkk, Minwoo-ah, kapan lagi kau
membantu sahabatmu ini.” Sulli merengek pada Minwoo.
“aiiissshhh! Kali ini akan aku
traktir kalian. Ah, biasanya juga seperti itu.”
Dalam perjalanan menuju cafe
langganan mereka, Sulli bisa menangkap sosok Jewon dari jauh.
“ah, bukankah itu nenek sihir?”
Minwoo menghentikan langkahnya, Jiyoung mengikuti arah mata Minwoo. Matanya
melebar menyadari itu benar-benar Jewon.
“benar, Sulli, otthokae?” suara
Jiyoung bergetar.
“tak akan terjadi apa-apa
selama kalian juga bersamaku.” Sulli memberanikan diri untuk menghampiri Jewon
yang terus menatapnya daritadi.
“Choi Sulli, nyalimu cukup
besar.” Jewon berkata ketika jarak mereka dekat.
“apa yang kau inginkan dariku?”
Sulli berkata.
“apa belum jelas semua yang aku
bicarakan denganmu waktu itu? Jauhi Minhyuk!”
“bagaimana jika aku tak bisa?”
nada Sulli menantang, Jiyoung ingin mencegah Sulli tapi Minwoo menahannya.
“kau berani berkata karena ada
dua temanmu disini. Ternyata kau benar-benar kelinci yang busuk.” Perkataan
Jewon membuat hati Sulli panas.
“sudah kuduga kau yang mengirim
bangkai itu.” Sulli mencengkeram jaketnya sendiri karena kesal.
“jauhi Minhyuk! Kali ini aku
tak akan menyakitimu, tapi Minhyuk. Aku tak akan membiarkan Minhyuk hidup jika
aku tak bisa memilikinya.” Perkataan Jewon berhasil membuat Sulli panik.
“apa hakmu mengganggu hubungan
mereka? Sebaiknya kau tak mengganggu Sulli dan Minhyuk oppa.” Jiyoung berteriak
dan mendekat ke arah Jewon, dia terlihat amat kesal, Minwoo menarik dan
memeluknya agar Jiyoung tak melakukan hal yang lebih gila lagi.
“aku kasihan pada kalian
bertiga. Kelompok kelinci busuk. Semua kepitusan ada di tanganmu Sulli. Kau
meninggalkan Minhyuk atau Minhyuk celaka!” Jewon tertawa sinis, dia amat
menyebalkan. Membuat darah Sulli memberontak ingin keluar dari pembuluhnya.
“asal kau tau Choi Sulli, aku punya banyak mata-mata di sekolahmu! Kau tak akan
bisa bersembunyi.”
“pergi kau dan jangan perah
mengganggu lagi!” Minwoo berteriak, menendang motor matic yang dinaiki jewon,
membuat Jewon hampir terjungkal karenanya. Jewon perg menginggalkan mereka
dengan meninggalkan pandangan penuh ancaman seraya berkata, “ingat perkataanku,
Choi Sulli.”
Jiyoung memeluk Sulli dari
belakang, “gwenchanayo.”
“sepertinya aku harus
mejauhinya sekarang.”
“jangan kau dengar Jewon. Apa
kau akan mengakhiri semua karena Jewon? Minhyuk sangat menyukaimu Sulli.”
Minwoo berkata, Sulli mengangguk mengiyakan.
Flashback end
“sebenarnya dia menghindarimu untuk
melindungimu dan melindungi kami.” Minwoo berkata. Minhyuk merasa amat bersalah
pada Sulli. Bagaimana bisa dia tak tau Sulli menyembunyikan masalah sebesar
ini.
“kenapa kalian tak bilang padaku
lebih awal? kenapa kalian menunggu Sulli meninggal baru memberitahuku?” Minhyuk
merasa amat bersalah. Dia tak bisa memafkan dirinya sendiri. Bayangan Sulli
selalu ada dipikirannya. Orang yang begitu disayanginya, kini telah pergi untuk
selama.
***
The fact:
Sulli
sudah meninggalkan sekolah dan memasuki gang kecil, dia melewati rute yang
lebih dekat dengan menguunakan gang kecil. Namun ada seseorang yang
memanggilnya dari belakang.
“hei
Sulli!” suara perempuan itu membuat Sulli menoleh.
“nuguya?”
Sulli bertanya, sepertinya dia tak mengenal gadis yang terlihat lebih tua
darinya 2 tahun.
“aku,
teman Jewon. Mungkin kau membenciku. Tapi kau harus tau ini.” Sulli meninggikan
alisnya mendebgar pengakuan gadis itu. Dia teman Jewon. Untuk apa dia
menemuinya?
“apa
ada sesuatu yang penting?” Sulli mendekat pada gadis itu.
“tentu.
Kau tau, meskipun kau sudah menjauhi Minhyuk. Minhyuk tak pernag ingin kembali
pada Jewon. Karena kau yang dia sukai. Sampai sekarang Jewon masih mencari
cara. Tapi tadi pagi dia sudah memutuskan...” gadis itu tak meneruskan
kalimatnya, membuat Sulli makin penasaran.
“katakan
saja!” pinta Sulli pada gadis itu.
“Jewon
sudah membayar orang untuk mencelakai Minhyuk. Dia sangat marah karena Minhyuk
tak mau kembali padanya. Jadi dia sudah memutuskan, jika Jewon tak bisa
memiliki Minhyuk maka tak ada seorangpun yang bisa memilikinya...”
“dan
jika sudah tak ada yang memilikinya tapi Jewon tetap tak bisa memiliki, maka
Minhyuk yang harus pergi.” Sulli meneruskan perkataan gadis itu.
“kau
sudah tau itu.” Kata gadis itu, “aku memang temannya, tapi Jewon sudah
kelewatan. Aku harap kau bisa melindungi Minhyuk. Besok sekitar jam 04.30 pm,
orang bayaran Jewon akan menabrak Minhyuk. Dia pembunuh yang handal. Dia pasti
bisa membunuh Minhyuk dengan modus tabrak lari.” Perkataan gadis itu membuat
Sulli membekap mulutnya karena kaget.
“apa
yang kau katakan itu benar?”
“Sulli
kau boleh membenciku. Tapi untuk kali ini tolong percaya padaku.” Gadis itu
menunduk di depan Sulli. Sulli benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ada
orang sejahat Jewon.
“gomawo,
karena kau sudah memberitahuku.”
Tak ada orang yang bida
menyakiti Minhyuk oppa. Tak seorangpun boleh dan bisa menyakitinya. Aku akan
melindungimu, Minhyuk oppa.
The End
Komentar
Posting Komentar