SECOND
cast: Kang Jiyoung | Oh Sehun | Choi Sulli
genre: romance, school story,
lenght: oneshot
author: YRP
Saya membuat fanfic ini dari imajinasi saya sendiri. Mohon menulis di kolom komentar. ^_^
Khamsa hamnida....
Langit
sudah gelap, namun itu tak membuat Jiyoung beranjak dari tempatnya untuk
kembali ke rumah. Pikirannya terus mengulang rekaman kenangannya bersama Sehun,
laki-laki yang sudah berada di tempat berbeda dengannya.
Rintik
hujan mulai turun, memberi aroma tanah yang membuat hati Jiyoung makin teriris.
Dia begitu ingat bagaimana Sehun selalu mengkhawatirkannya ketika dia
kehujanan, bagaimana cara Sehun memarahinya, segala sesuatu yang dilakukan
Sehun padanya membuatnya ingin menangis.
‘Mulai sekarang kau harus bisa menjaga
dirimu sendiri. Aku tak bisa selalu berada disisimu untuk menjagamu, dan aku
menyesali itu.’
Jiyoung begitu
ingat bagaimana ekspresi Sehun ketika dia mengucapkan kalimat itu. Jiyoung
kembali melihat foto yang sedari tadi dipegangnya, untuk kesekian kalinya
Jiyoung meneteskan airmata. “Sehun, eodiseo..” ucapnya lirih.
“Jiyoung-ah!”
seseorang memanggilnya, membuat Jiyoung makin menguatkan tangisnya. Sulli,
sahabatnya selalu tau dimana Jiyoung menghabiskan waktunya setelah kepergian Sehun.
Sulli memeluk Jiyoung, mencoba merasakan sakit Jiyoung, hingga dia juga larut
dalam tangis kesedihan Jiyoung. Sulli bisa merasakan betapa sakitnya itu.
“Sehun,
kau tau dimana dia kan?” Jiyoung berkata dalam tangisnya, membuat Sulli makin
mengeratkan pelukannya.
“Sudahlah
Jiyoung. Kau harus merelakannya.” Kata Sulli, dia benar-benar tak mengerti
harus bagaimana lagi.
“Aku
sudah merelakannya, tapi kenapa dia selalu muncul dipikiranku. Bantu aku
Sulli..” Jiyoung masih terus menangis. Rumah tua itu seakan menjadi saksi rasa
sakit Jiyoung, rumah tua itu pula yang menjadi saksi kebahagiaan Jiyoung ketika
Sehun masih ada.
“Aku
akan mengantarmu pulang.” Sulli mencoba membantu Jiyoung untuk bangkit dari
posisi duduknya. Jiyoung melihat ruang tengah rumah tua itu, kemudian dia
mengikuti ajakan Sulli untuk pulang.
***
Jiyoung
berjalan menyusuri koridor universitasnya. Dia masuk pada salah satu kelas
kosong, menunggu Sulli seperti biasanya. Jiyoung berkeliling ruang itu, ketika
sampai pada bagian belakang, betapa kagetnya Jiyoung melihat seorang pria
sedang tidur di lantai. Jiyoung memekik dan bisa mengendalikan dirinya untuk
tidak berteriak.
Siapa pria ini? Kenapa dia tidur disini?
Batin
Jiyoung seraya mendekati pria itu. Wajahnya tertutup lengannya sehingga Jiyoung
tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. Namun sesuatu dalam hatinya
ingin mengenal pria ini lebih dalam.
“Jiyoung
, apa kau disini?” Sulli masuk kelas itu dan Jiyoung tau dia takkan melihatnya
karena Jiyoung sedang jongkok untuk melihat wajah pria itu lebih jelas. Jiyoung
bangkit dan membuat Sulli berteriak karena kaget.
“Arrgghh!!!”
“Sssttt!”
Jiyoung meletakkan jari telunjuk pada bibirnya, namun percuma pria itu sudah
bangkit dari tidur siangnya krena teriakan Sulli. “Kau membuatnya bangun.”
“Apa?
Siapa?” tanya Sulli heran, dan beberapa detik berikutnya Sulli membelalakan
matanya. Jiyoung yang menyadari itu langsung menoleh ke belakang untuk mengetahui
apa yang terjadi. Dan betapa kagetnya Jiyoung melihat Sehun sedang berdiri di
sana.
“Sehun-ah...”
ucap Jiyoung dan langsung memeluknya.
“Ya!
Apa yang kau lakukan?” pria itu mencoba melepas diri dari pelukan Jiyoung.
“Sehun?”
otak Jiyoung mulai bekerja, bagaimana mungkin Sehun ada di depannya. Oh Sehun
kekasihnya sudah meninggal.
“Ya
aku Sehun.” Jawab pria itu seraya mengambil tasnya yang tergeletak di lantai
dan segera meninggalkan Jiyoung yang masih berdiri disana.
“Jiyoung-ah,
ayo kita pulang.” Ajak Sulli dan berhasil membuat Jiyoung kembali tersadar.
“Aku
tidak sedang bermimpikan? Yang baru saja berdiri disini Sehun kan?” tanya
Jiyoung masih melihat bekas dimana Sehun berdiri.
“Apa
maksudmu?” Sulli mengerutkan keningnnya.
“Kau
melihatnya kan? Kau melihat Sehun disini, Sulli yang tadi benar-benar Sehun.”
Kata Jiyoung mencoba membuat Sulli mengerti apa maksud perkataannya.
“Jiyoung,
apa kau mulai berimajinasi?” tanya Sulli ragu, takut sahabatnya akan
tersinggung akan argumennya.
“Aku
tidak gila, Sulli.”
***
Sejak
kejadian siang itu diamana dia bertemu dengan Sehun di salah satu ruang kelas
universitasnya, Jiyoung makin rajin untuk berkunjung ke ruang itu. Tapi tak
pernah dia melihat Sehun lagi, Jiyoung tetap yakin bahwa dia benar-benar
melihat Sehun. Dan seharusnya Sulli juga melihatnya, namun kenyataan Sulli
mengatakan bahwa Jiyoung sudah mulai berimajinasi karena kepergian Sehun,
kekasihnya.
“Aku
benar-benar melihatmu Sehun, ayo muncullah sekali lagi. Aku mohon.”kata Jiyoung
tidak pada siapapun. Dia berharap Sehun mendengarnya, meskipun dalam kenyataan
kelas itu kosong. Tidak ada manusia lain selain dirinya sendiri.
“Aku
akan menunggumu Sehun.” Jiyoung bangkit dari duduknya dan mulai berjalan keluar
kelas. Dia bisa menemukan Sulli di pintu, dia melihat pandangan nanar Sulli.
“Jiyoung,
maukah kau ikut aku ke dokter?” Sulli menahan tangisnya melihat keadaan
sahabatnya.
“Apa
kau sakit?” tanya Jiyoung khawatir.
“Kau
yang harus dikhawatirkan. Sadarlah, Sehun sudah pergi.” Sulli mencoba membuat
Jiyoung sadar.
“Aku
sudah mengatakannya padamu, yang kulihat siang itu benar-benar Sehun. Dia
sedang tidur di kelas ini waktu aku masuk, dan teriakanmu membuatnya terbangun.
Aku juga sempat mengobrol dengannya. Kau pasti melihatnya Sulli.” Jiyoung
terlihat sedikit marah.
“Aku
tau kau sangat mencintai Sehun.” Sulli memeluk Jiyoung mencoba memberi gadis
itu kekuatan. Jiyoung melepasnya.
“Akan
aku buktikan bahwa Sehun benar-benar nyata.” Jiyoung berlari menjauhi Sulli.
Jiyoung sudah mulai ragu akan kewarasannya sendiri. Benarkah yang dikatakan
Sulli? Apa dia mulai berimajinasi tentang Sehun?
***
Hari
sudah sore ketika Jiyoung masih bertahan di ruang kelas itu. Jiyoung menolak
ajakan Sulli untuk pulang. Dia lebih memilih untuk menunggu Sehun disana. Ini
sudah menjadi kebiasaan rutin Jiyoung. Biasanya Sulli akan ikut menemani, tapi
Jiyoung tau tugas Sulli sangat banyak hingga dia tak bisa menemaninya sekarang.
Walaupun
Sulli tetap berkata bahwa ada sesuatu yang salah dengan diri Jiyoung, Sulli
tetap menemani Jiyoung menanti Sehun di kelas itu. Dan ini untuk pertama
kalinya dia menunggu sendiri.
Brak!!!
Terdengar
pintu dibuka dengan kasar. Jiyoung menoleh untuk melihat siapa yang datang.
Jiyoung tersenyum melihat Sehun berdiri disana.
“Sehun-ah,
akhirnya kau datang!” Jiyoung menghampiri Sehun.
“Sebenarnya
siapa kau?” tanya Sehun dan membuat Jiyoung mengerutkan keningnya.
“Aku
Kang Jiyoung, kau sudah lupa denganku?” Jiyoung mencoba membaca ekspresi Sehun
yang benar-benar tidak tau.
“Bagaimana
kau tau namaku?” tanya Sehun lagi, ada sesuatu yang berbeda dari Sehun, Sehun
yang sekarang terlihat lebih dingin.
“Karena
aku mengenalmu. Kita sangat dekat.” Jawab Jiyoung.
“Aku
tak mengerti, bahkan aku tak mengenalmu. Dan aku makin heran ketika kau selalu
menungguku disini bersama temanmu itu.” Sehun mencoba mencari sosok Sulli yang
tidak ia temukan.
“Jadi
sebenarnya selama ini kau datang kesini?”
“Tentu
saja, aku selalu kesini sebelum kau dan temanmu selalu berada disini.” Kata Sehun dingin. Jiyoung memeluknya dan
membuat Sehun makin heran dengan gadis ini.
“Aku
merindukanmu Oh Sehun!” kata Jiyoung, airmata mulai keluar.
“Bahkan
kau tau margaku.” Sehun tidak menolak pelukan Jiyoung, tapi kemudian dia
melepasnya perlahan.
“Kang
Jiyoung, maaf jika ini membuatmu tersinggung. Aku memang Oh Sehun, tapi kenapa
aku tak bisa mengenalmu. Aku merasa kita tak saling kenal.” Kata Sehun seraya
menatap Jiyoung.
“Apa
kau benar-benar tak ingat padaku?”
“Apa
kau benar-benar mengenalku?” Sehun balik bertanya. Kemudian Jiyoung
mengeluarkan dompetnya, memperlihatkan sebuah foto ketika Jiyoung dan Sehun sedang
bersama.
“Aiisshhh,
ini benar-benar aku.” Runtuk Sehun melihat foto itu. “Tapi apapun yang kau
pikirkan, aku bukan Sehun yang ada difotomu.”
“Apa
kau bisa menjadi Sehun yang ada difoto ini?” tanya Jiyoung. Sehun menatapnya
ragu, dia menoca berpikir keras.
“Apa
Sehun difoto itu kekasihmu?” tanya Sehun yang hanya di jawab anggukan oleh
Jiyoung. ”Jadi maksudmu aku harus menjadi kekasihmu?” tanya Sehun lebih tinggi,
Jiyoung hanya diam.
Sehun
menatap Jiyoung yang hanya diam, Jiyoung merasa bingung dengan pikiran dan
perasaannya. Dia tau orang yang di depannya itu bukan Sehunnya, tapi dia ingin
dia bisa menggantikan Sehun. Mereka memiliki wajah dan nama yang sama, membuat
Jiyoung makin bingung dengan itu. Dan sekali lagi, dia mulai ragu akan
kewarasannya.
“Apa
ini nyata?” tanya Jiyoung menatap Sehun yang lebih tinggi darinya.
“Aku
juga ragu. Tapi, anggaplah aku sebagai Sehunmu, jika itu bisa membuatmu lebih
baik.” Kata Sehun, kemudian dia pergi meninggalkan Jiyoung sendiri disana.
***
“Jiyoung,
ini sudah kelewatan. Kita harus ke dokter, kau tak boleh menolaknya kali ini.”
Sulli mempertegas badanya setelah mendengar cerita Jiyoung tentang Sehun.
“Tapi
kemarin benar-benar nyata Sulli, aku bisa menyentuhnya, aku berbicara denganya.
Dia nyata, mungkin dia memang bukan Sehunku, tapi dia bersedia menjadi
Sehunku.” Jiyoung masih bersikeras tentang apa yang dia rasakan.
“Aku
tak bisa membiarkan ini. Kau harus ke dokter. Aku ada kelas, setelah kelasku
selesai, aku akan mengantarmu kedokter.” Sulli meninggalkan Jiyoung untuk pergi
ke kelasnya. Keraguan Jiyoung tentang kewarasannya mulai meningkat lagi.
Jiyoung
memutuskan untuk pergi ke kelas yang selalu kosong itu seperti biasa, dan
Jiyoung baru menyadari bahwa ruangan itu sudah tak dipakai lagi. Jiyoung mendorong
pintu itu setengah terbuka, membiarkan tubuhnya masuk kemudian menutup pintunya
lagi.
“Kau
sudah datang.” Sehun yang duduk di salah satu bangku berhasil membuat Jiyoung
terkejut, senyumnya mengembang.
“Oh
Sehun, apa yang kau lakukan disini?” tanya Jiyoung seraya menghampirinya.
“Menunggumu,
apa lagi?” Sehun menarik Jiyoung untuk duduk di sebelahnya.
“Lalu,
apa yang akan kita lakukan?”
“Menghilangkan
kerinduanmu pada kekasihmu itu.” Sehun tetap berbicara seperti biasa, terkesan
dingin dan cuek. Tapi yang Jiyoung pikir, jika dia benar-benar tak peduli,
untuk apa dia mau memenuhi permintaan Jiyoung?
“Kau
berbeda dengannya.” Jawab Jiyoung singkat.
“Jelas,
kami kami memang dua orang yang berbeda.” Sehun menatap Jiyoung sekilas dan
kembali menebar senyum dinginnya.
“Bagaimana
mungkin ini bisa terjadi? Apa kau bisa menjelaskan padaku bagaimana semua ini
terjadi?”
“Aku
tak bisa menjelaskan padamu, karena aku juga tak mengerti dengan semua ini.”
“Kenapa
kau mau menjadi Sehunku?”
“Aku
hanya kasihan padamu.”
“Apa
kau selalu sedingin ini? Sehunku orang yang hangat.”
“Apa
kau ingin aku berubah menjadi hangat?”
“Karena
aku ingin kau menjadi Sehunku, tentu itu yang harus kau lakukan.”
“Apa
kau benar-benar berpikir aku akan membantumu?”
“Karena
jika memang kau tak mau membantu, kau tak akan menungguku.”
“Itu
hanya karena kasihan.” Sunyi, keduanya berhenti berbincang dan diam dalam
pikiran masing-masing. Selama tiga puluh menit penuh keduanya terdiam, Jiyoung
menikmati waktunya bersama Sehun. Dia benar-benar ingin Sehunnya kembali, dan
Sehun yang duduk di sampingnya ini sedikit membantu.
“Oh
Sehun..” panggil Jiyoung.
“Ne?”
jawab Sehun menoleh pada Jiyoung.
“Apa
kau nyata?”
“Bagaimana
menurutmu?”
“Aku
ragu dengan itu.”
“Jiyoung-ah!
Dengan siapa kau bicara?” Sulli sudah berada di pintu, membuat Jiyoung
tersenyum. Setidaknya saat ini Sulli melihatnya ketika bersama Sehun, Sulli
mungkin akan percaya jika Sehun itu nyata.
“Kau
lihat kan? Aku bersama Sehun, lihatlah dia nyata.” Kata Jiyoung seraya menarik
lengan Sehun.
“Apa
yang kau bicarakan?” Sulli terlihat
takut dengan keadaan Jiyoung.
“Dia,
Oh Sehun. Kau lihat kan, dia duduk di sebelahku.”
“Jiyoung,
kau sendiri. Dan aku baru saja melihatmu berbicara pada udara.” Kata Sulli
membuat Jiyoung makin bingung. Jiyoung mentap Sehun yang hanya diam dengan
tatapan dinginnya.
“Apa
kau tak bisa membantuku?” tanya Jiyoung pada Sehun yang hanya diam saja.
“Pergilah.”
Kata Sehun singkat.
“Jiyoung,
ayo kita harus cepat ke dokter.” Sulli mengajak Jiyoung. Jiyoung menoleh ke
Sehun, Sehun benar-benar disana. Tapi kenapa Sulli tak bisa melihatnya?
***
“Sejak
kapan itu terjadi?” tanya dokter pada Jiyoung. Di ruangan itu hanya ada dokter
dan Jiyoung, sedangkan Sulli menunggunya di luar.
“Sekitar
satu bulan yang lalu. Tapi asal kau tau, itu semua begitu nyata. Aku bisa
menyentuhnya. Aku yakin itu bukan bagian dari imajinasiku.” Jelas Jiyoung
mencoba meyakinkan.
“Kau
begitu mencintai kekasihmu yang sudah meninggal itu?”
“Aku
sangat mencintainya.”
“Apa
kau sudah merelakan kepergiannya?”
“Aku
mencobanya, tapi aku benar-benar tak bisa melupakannya.”
“Dan
sekarang kau sudah mulai tertarik dengan Sehun yang kau temui di ruang kelas?”
Jiyoung menjawabnya dengan anggukan.
“Apa
yang terjadi denganku?” Jiyoung tampak putus asa dengan apa yang terjadi
dengannya.
“Mulailah
merelakan Oh Sehunmu. Sebaiknya kau kembali bergabung dengan teman-temanmu.
Pergi belanja ke salon dan sebagainya. Kembalilah menjadi dirimu yang dulu,
sebelum kekasihmu pergi.”
“Jika
aku tak bisa melakukannya?”
“Kau
belum mencobanya.”
***
Esoknya,
Jiyoung mendapat kelas malam sehingga dia tidak pulang bersama Sulli. Hari
sudah gelap ketika Jiyoung lagi-lagi pergi ke ruang kelas yang sudah tidak
terpakai itu, berharap bisa bertemu Sehun disana. Dan benar saja, dia duduk
disana, di tempat biasa.
“Sehun,
kau menungguku?” Sehun mengangguk, senyum dinginnya hilang.
“Biar
aku mengantarmu pulang.” Sehun menggantung tasnya pada pundak kanannya.
Tangannya meraih tangan Jiyoung yang bebas.
“Sehun,
kenapa tanganmu begitu dingin?” Jiyoung merasakan dingin dari tangan itu,
berbeda dengan Sehunnya yang selalu hangat.
“Itu
artinya aku kedinginan.” Jawab Sehun enteng.
“Sehun,
sebenarnya kau apa?” pertanyaan Jiyoung membuat Sehun menghentikan langkahnya.
“Apa
maksudmu?”
“Katakan
padaku bahwa kau nyata!”
“Ya,
aku nyata Kang Jiyoung. Lihat aku bisa memegang tanganmu.” Sehun mengangkat
tangannya yang menggenggam tangan Jiyoung.
“Yah...”
jawab Jiyoung lirih.
“Kau
yakin bahwa kau benar-benar gila?” Sehun menatapnya tajam, Jiyoung mengagguk.
“Apa harus aku melakukannya?” Sehun tampak bingung, Jiyoung menatap wajahnya,
bukan dingin lagi, wajah itu begitu hangat sekarang.
“Apa
yang akan kau lakukan? Apa yang kau lakukan itu terserah keinginanku kan?
Karena kau bagian dari imajinasiku.” Jiyoung menatap Sehun, detik kemudian
Sehun mendekatkan wajahnya dan mempertemukan bibir mereka.
“Dokter,
aku rasa aku benar-benar gila.” Jiyoung berkata dengan sedikit senyum kecut
dibibirnya.
“Sulli
membawamu kesini lagi, dan Sulli sudah menceritakan semua padaku. Apa benar
Sehun yang kau temui kesal pada Sulli karena berpura-pura tak melihatnya?”
tanya dokter.
“Ne,
dia kesal. Padahal Sehun duduk di sebelahku, dan Sulli tak bisa melihatnya.”
Jiyoung memejamkan matanya, mulai menyerah pada argumennya dan menceritakan
semua imajinasinya.
“Kalian
sudah berciuman?”
“Ne,
tapi kenapa aku merasa aku tak pernah mengatur semua imajinasi itu. Aku
benar-benar tak tau apa yang akan terjadi. Benar-benar serasa nyata.”
“Aku
tau kau amat mencintai Oh Sehunmu, sehingga itu terbentuk secara otomatis.”
“Yah,
aku sadar. Ini semua memang karena rasaku pada Sehun. Aku tak bisa melepasnya
pergi.”
***
“Kenapa
kau terus datang? Aku sudah melarang otakku untuk membuat imajinasi tentangmu.”
Kata Jiyoung ketika Sehun menghampirinya untuk mengantar Jiyoung pulang.
Jiyoung semakin sering bertemu Sehun, kedekatan mereka seakan nyata.
“Berpikirlah
bahwa aku bukan bagian dari imajinasimu.” Kata Sehun seraya menatap Jiyoung
yang berjalan di sebelahnya.
“Berarti
kau ingin aku tinggal di rumah sakit jiwa.” Jiyoung tertawa kecil.
“Bagaimana
jika aku benar-benar nyata?”
“Jika
itu benar, berarti aku sudah semakin gila.” Jiyoung bisa melihat Sulli di
kejauhan.
“Apa
kau yakin dia sahabaatmu? Jika sahabat dia akan bisa mengerti dirimu.”
“Dia
mengerti aku, dia yang menyadarkanku jika aku mulai gila.”
“Aku
ragu akan argumennya.” Sehun kembali menggenggam tangan Jiyoung, dan masih saja
Jiyoung tak menolaknya.
“Bolehkah
aku seperti ini? Bolehkan aku selalu denganmu?”
“Tentu,
kau akan selalu bersamaku. Aku tidak akan meninggalkanmu, aku tidak ingin
mengecewakanmu seperti yang dilakukan Oh Sehunmu. Setidaknya aku akan
menggantikannya untuk menjagamu. Jiyoung-ah saranghae!” Sehun tersenyum
padanya. Jiyoung hanya tertawa, “Nado. Tuhan, aku benar-benar gila!!!”
Sulli
berjalan tergesa, nafasnya terburu. Dengan cepat dia membuka pintu berwarna
putih itu dengan kasar. Seseorang yang duduk di sebuah kursi di belakang meja
tersenyum melihat Sulli.
“Dok,
aku rasa Jiyoung benar-benar sudah parah.” Sulli duduk di kursi yang sudah
disediakan disana.
“Kenapa
Jiyoung?”
“Dia
selalu pergi dengan Sehunnya. Bahkan dia bilang padaku jika Sehun tidak akan
meninggalkannya. Dia juga akan selalu bersama Sehun. Dia sudah rela jika dia
benar-benar gila.” Mata Sulli seakan berapi ketika menceritakan semuanya.
“Dia
bilang begitu?”
“Ya,
dia bilang jika dia sudah menghapus imajinasinya. Tapi Sehun selalu datang, dia
tak bisa mengendalikan pikirannya.”
“Lalu
bagaimana denganmu?” pertanyaan dokter membuat kening Sulli berkerut.
“Apa
maksudmu?”
“Kendalikan
diri dan hatimu Choi Sulli.” Dokter tersenyum seraya menatap Sulli.
“Tapi..”
“Berhentilah
berpura-pura.”
“Aku
tak bisa.” Sulli menunduk dan mulai menangis. “Aku yang lebih dulu tau
keberadaan Sehun. Setelah kepergian Sehun, aku nyaris frustasi melihat Jiyoung,
terlebih karena aku juga menyukai Sehun.” Sulli menangis dan meneruskan
ceritanya. “Sampai aku bertemu dengannya, awalnya aku pikir aku gila. Tapi itu
nyata, namanya Sehun dan wajahnya sama persis seperti Sehun. Aku yang lebih
dulu menyukainya. Tapi sekali lagi Jiyoung bisa lebih dekat dengan Sehun. Dia
Sehunku, Sehun Jiyoung sudah meninggal!”
“Buka
hatimu, jangan biarkan Kang Jiyoung menderita karena berpikir dirinya gila. Kau
akan merasa lebih baik jika berhenti berpura-pura. Bukankah itu membuatmu
lelah?”
“Aku
lelah...”
Maaf gaje... komen juseyo....
kirain itu jing nya bener2 berhalusinasi..
BalasHapusternyata twist nya ssul yg bohong..
brilliant cerita nya..XD
trims kak... hehe
Hapus