PAIN
Cast: Park Jimin, Lee Nara (OC), Kim Taehyung, Jeon Jungkook, Jung Heoseok
Genre: lovestory, hurt, sad,
Lenght: Oneshot
Summary: Bukan masalah untuk merasakan sakit asal kau bisa melihatnya bahagia.
.
.
.
Cast: Park Jimin, Lee Nara (OC), Kim Taehyung, Jeon Jungkook, Jung Heoseok
Genre: lovestory, hurt, sad,
Lenght: Oneshot
Summary: Bukan masalah untuk merasakan sakit asal kau bisa melihatnya bahagia.
.
.
.
“Kita
putus!” Nara tidak berani menatap mata laki-laki yang berdiri di depannya,
kalimatnya begitu tegas meskipun terdengar sedikit bergetar karena takut. Hari
itu, akan menjadi hari dimana Jimin tidak akan pernah melupakan moment itu
sepanjang hidupnya.
“Hei...
Jangan mulai...” Jimin mencoba untuk santai, meskipun sesungguhnya jantungnya
berdetak cepat. Dua kata yang baru saja keluar dari bibir Nara memburu
jantungnya cepat, bahkan memberi efek nyeri yang tak bisa dijelaskan di
dadanya.
“Aku
tidak sedang bercanda. Maaf...” Nara mundur selangkah, tidak sanggup untuk
terus berdiri di depan Jimin. Kakinya bergetar, tak bisa terlalu lama disana. Nara
tidak akan sanggup melihat Jimin memohon untuk meminta dirinya kembali pada
Jimin.
“Lee
Nara!” Jimin berhasil meraih lengan Nara sebelum gadis itu pergi, tentu saja
Jimin tidak akan semudah itu melepas gadisnya. “Apa yang terjadi padamu? Apa
maksudnya semua ini?” Jimin berusaha membuat Nara menatap matanya.
“Tolong
jangan ganggu aku Park Jimin. Kita putus. Sudah kupikirkan matang-matang semua
ini. Dan mulai beberapa menit yang lalu, kau sudah bukan kekasihku lagi...”
jelas Nara begitu cepat membuat kening Jimin makin berkerut. Pasalnya, ini
bukan pertama kali Nara ingin putus dengannya. Tapi kenapa yang kali ini Nara
terlihat begitu serius?
“Ada
apa ini? Apa aku berbuat salah? Aku selalu menghubungimu setiap aku pergi
dengan teman-temanku. Aku tidak lupa untuk menelponmu sebelum tidur, aku tidak
melalaikan sekolahku, aku rasa aku tidak melakukan kesalahan akhir-akhir ini.”
Jimin memegang kedua lengan Nara erat, mencoba menyakinkan sekaligus mencari
jawaban dari gadis di depannya ini.
“Aku
tidak bisa melanjutkan hubungan ini, maaf dan sekarang –lepaskan aku!” Nara menatap Jimin ketika mengucapkan dua
kalimat terakhirnya. Memberitahu Jimin lewat tatapannya bahwa Nara tidak
main-main kali ini. Nara tidak sedang bercanda, Narag bersungguh-sungguh untuk
ingin berpisah dengan Jimin.
“Kau
–kau yakin?” suara Jimin lirih, ada ketakutan disana. Nara mengangguk mantap
berhasil membuat hati Jimin hancur seketika. Entah iblis apa yang sedang
merasuki Nara saat ini, mengapa Nara begitu tega pada Jimin? Bukankah
akhir-akhir ini semua berjalan baik-baik saja? Bukankah sudah banyak hal yang
mereka lewati bersama? Jimin merasa mereka sudah pernah menghadapi berbagai
masalah, tapi sejauh ini mereka selalu bisa melewatinya, tapi kenapa sekarang Nara
ingin berpisah dengannya?
“Maaf.
Biarkan aku pergi.” Perlahan Nara melepas tanggan Jimin yang memegang lengannya.
Jimin tak menolak, dengan mudah Nara bisa terlepas dari genggaman Jimin. Tapi
Jimin menatap Nara begitu dalam, seakan tidak mengerti dengan apa yang sedang
terjadi. Nara berbalik dan mulai melangkah, ketika tiba-tiba telinganya
mendengar Jimin berkata dengan keras.
“Nara
maaf. Maaf jika aku punya salah. Maaf jika aku menyakitimu. Aku mohon pikirkan
dulu tentang keputusanmu. Aku minta maaf, aku tidak bisa berpisah denganmu!”
suara Jimin begitu jelas terdengar, membuat hati Nara sedikit bergetar, nadanya
begitu memohon. Sesungguhnya Nara tau jelas bahwa Jimin bersungguh-sungguh,
Jimin tidak ingin berpisah dengannya.
“Maaf.
Mulai sekarang pikirkan saja urusanmu sendiri. Kita sudah tidak ada hubungan
lagi.” Nara menoleh begitu selesai bicara, hanya ingin melihat Jimin untuk
terakhir kalinya. Nara menyesal karena dia dapati Jimin sedang berlutut, Jimin
menunduk membuat Nara tak tega melihatnya seperti itu. Tapi Nara sudah bulat
dengan keputusannya. Mereka harus berpisah. Nara segera mempercepat langkahnya,
tidak ingin berlama-lama disana.
Bukan
Jimin namanya jika dia menyerah begitu saja. Jimin tau dia sedang patah hati
sekarang, tapi Jimin bertekat untuk mendapatkan maaf dari Nara. Oh ayolah, ini
bukan untuk pertama kalinya mereka putus. Jimin membiarkan Nara pergi kemarin
hanya untuk membiarkan gadis itu sendiri. Ini hanya sebuah break dalam hubungan pacaran. Mungkin Nara sedang jenuh padanya,
Jimin pikir tidak ada salahnya membiarkan Nara sendiri untuk sementara ini.
Hanya sekedar informasi, tidak orang yang mengenal Nara dengan baik kecuali
Jimin.
Pada
jam istirahat, Jimin keluar kelasnya secepat kilat menuju kantin. Dibelinya
susu kotak rasa strawberry favorit Nara, segera dia berlari ke kelas Nara.
Jimin masih ingat dengan jelas, Nara tidak keluar kelas pada jam istirahat
pertama.
Jimin
mengintip dari jendela, benar tebakannya tentang Nara berada di kelas. Jimin
langsung saja masuk kelas, tersenyum melihat Nara yang terlihat mengerjakan
tugas dengan salah satu temannya. Jimin berjalan ke bangku Nara, Jimin belum
berkata apapun ketika tiba-tiba saja Nara mendongak dan mendapati Jimin berdiri
di depannya.
“Aku
bawakan susu untukmu!” kata Jimin ceria sambil tersenyum. Nara menatap Jimin
tak enak, terutama karena ada temannya yang duduk di sampingnya.
“Tidak
perlu melakukan hal seperti ini lagi. Kau minum saja.” Jawab Nara dingin,
tatapannya tajam penuh peringatan membuat Jimin meringis sedih.
“Aku
tau kau suka ini. Ini untukmu, aku bukakan ya...” Jimin membuka ujung kotak susu
untuk, mengulurkannya pada Nara dan Nara
menggeleng dengan cepat.
“Aku
bilang tidak usah. Kau minum saja...”
“Ayolah.
Aku tidak meminta bayaran untuk ini...” Jimin memaksa dan cuuurr...
Jimin
menumpahkan setengah dari susu kotak ketika berusaha menyerahkannya paksa pada Nara.
Membuat buku Nara basah, Nara mendengus kesal. Segera mengambil bukunya dan
memukul-mukulnya di pnggiran meja untuk menghilangkan susu yang membasahi
bukunya.
“Ya
Tuhan, maaf-maaf Nara-ah.” Jimin mengusap meja Nara yang penuh susu dengan
tangannya.
“Sudah-sudah,
kau membuat semuanya berantakan.” Keluh Narag kesal, Jimin mencoba untuk
tersenyum tapi melihat ekspresi Nara yang begitu muram membuat bibirnya tak
mampu untuk tertarik ke samping.
“Sini-sini
biar aku bersihkan bukumu.” Jimin mencoba untuk mengambil buku dari tangan Nara.
“Sebaiknya
kau pergi saja!” perintah Nara.
“Maaf,
biar aku bersihkan dulu sebelum pergi.”
“Tidak
bisakah kau pergi saja? Kau bisa lihat Nara terlihat terganggu karenamu.” Kata
teman Nara yang duduk di samping Nara. Jimin menatapnya, tidak bisa berkata
apa-apa. Benarkah Nara terganggu?
“Kemarikan,
biar aku jemur di depan!” teman Nara bangkit dan mengambil buku Nara yang
basah. Nara tidak melarangnya dan menyerahkan buku itu untuk dijemur.
“Terimakasih,
Taehyung.” Kata Nara ketika Taehyung
berjalan keluar kelas, “Pergilah Park Jimin.” Nara menatap Jimin yang berdiri
mematung di depannya.
“Aku
tau mungkin ini mengganggumu, tapi bisa kupastikan aku akan selalu menunggumu. Hubungi
aku jika kau membutuhkan sesuatu.” Jimin segera pergi. Kata-katanya begitu
serius, saat ini Nara yang dibuat terpaku. Melihat punggung Jimin yang
menghilang ketika dia melewati pintu sesungguhnya membuat Nara perih. Tidak
bisakah Jimin melepasnya? Nara tidak ingin menyakitinya.
From: Jimin
Nara-ah!!! -2pm
Nara-ah apa kau sudah makan? Jangan
melewatkan waktu makanmu! J -3pm
Lihat channel 7, film kesukaanmu sedang
diputar! -6.13pm
Sedang belajar? -7.22pm
Kalau butuh sesuatu, segera hubungi aku J
-7.46pm
Maaf karena membuat bukumu basah L-8.07pm
Maaf... -9.13pm
Jimin terus
mengirim pesan untuk Nara. Tidak ada balasan sama sekali. Nara juga tidak
menjawab setiap kali Jimin menelponnya. Ada tiga pilihan, tidak dijawab, di
reject, dan panggilan sibuk. Jimin sedikit khawatir dengan yang terakhir,
kenapa telepon Nara sibuk? Nara sedang menerima telepon dari siapa?
Mungkin Nara
sedang menelpon Sohyun atau Jina, Jimin tau Nara sangat dekat dengan
teman-temannya. Disaat dia sedang break dengan
Jimin seperti saat ini, para sahabatnyalah yang pasti menghibur Nara. Mungkin Nara
sedang membicarakannya? Benar kan? Perempuan pasti selalu bercerita tentang
kisah cintanya dengan sahabat-sahabatnya.
Tidak tau
ingin melakukan apa, Jimin memilih untuk membuka galery di ponselnya. Jimin
baru sadar bahwa sebagian besar foto yang dia simpan adalah foto Nara. Lebih
dari separuh foto di galerynya adalah foto Nara, cukup banyak foto mereka yang
sedang berdua, dan sisanya foto Jimin dengan teman-temannya. Melihat fotonya
ketika berdua dengan Nara membuat Jimin tersenyum. Jimin berharap ini tidak
lama. Jimin berusaha meyakinkan dirinya sendiri, bahwa Nara pasti akan kembali
padanya.
Jimin masih
terus membeli susu kotak untuk Nara di jam istirahat pertama, beberapa kali Nara
menerimanya. Tapi akhir-akhir ini susu kotak yang dia beli sering berakhir
diminum Jungkook. Karena Nara tidak lagi berada di kelasnya pada jam pertama.
Perubahan ini sedikit membuat Jimin heran. Biasanya jika tidak di dalam kelas, Nara
akan berada di perpustakaan atau taman belakang bersama dengan teman-temannya.
Tapi Jimin sudah mencari di tiga tempat itu dan dia tidak bisa menemukan Nara.
“Dia punya
tempat rahasia yang tidak akan pernah kau temukan.” Kata Jungkook setelah
meneguk susu kotak yang dia rebut dari tangan Jimin.
“Diaman
contohnya?” tanya Jimin seraya melihat Jungkook jijik. Jungkook menghabiskan
susu kotak itu hanya dengan tiga kali tegukkan.
“Kamar mandi
permpuan!” jawab Jungkook asal. Membuat Heoseok memukul kepala Jungkook ringan.
“Bahaya kalau
Jimin benar-benar mencari Nara kesana!” Heoseok berkata sambil tertawa.
“Sudahlah
hyung, lebih baik kau cari pacar lagi saja!” Jungkook memerhatikan Jimin yang
sedang asyik menatap layar ponselnya.
“Aku sudah
bilang kan kalau aku akan menunggunya. Nara hanya butuh waktu untuk sendiri.”
Jelas Jimin, membuat Jungkook dan Heoseok muak dengan semua pikiran positif
Jimin.
“Kau itu bodoh
atau apa. Sudah dua minggu lebih, Nara juga tidak pernah membalas pesanmu. Apa
lagi yang perlu dijelaskan? Orang gila juga tau kalau Nara benar-benar ingin
putus darimu!” Heoseok bicara, mencoba menyadarkan sahabatnya satu itu.
“Ini hanya break, oke?” Jimin melihat ke arah
Heoseok.
“Biarkan saja
dia terus seperti itu, sebelum kenyataan menyakitkan akan menyadarkannya dari
harapannya yang candu itu.” Sergah Jungkook, Jimin hanya meringis
menanggapinya.
“Akhir pekan
ikut kami saja. Aku dan Jungkook akan beli DVD lalu nonton di rumahku. Kau ikut
ya?” tawar Heoseok, Jimin terlihat sedikit menimbang.
“Aku berencana
ke rumah Nara akhir pekan.”
“Ikut kami
saja. Kau pria patah hati menyedihkan! Kau butuh jalan-jalan!” Jungkook berkata
keras, sedikit kesal dengan sikap Jimin seperti itu. Apa Jimin tidak sadar
bahwa tindakannya begitu bodoh? Apa Jimin tidak bisa melihat bahwa Nara sudah
tidak ingin kembali kepadanya.
“Kalau begitu
jemput aku!” Jimin menyerah. Jimin mulai sadar sepertinya dia juga butuh
jalan-jalan. Memikirkan Nara beberapa hari terakhir ini membuatnya lelah juga,
hatinya yang lelah.
Sabtu siang
Jungkook dan Heoseok menjemput Jimin di rumahnya. Seperti dugaan mereka, Jimin
pasti belum bangun dan masih berantakkan. Jungkook membangunkannya dengan
brutal, Heoseok menariknya untuk pergi ke kamar mandi, Jimin yang setengah
sadar hanya mengomel tak jelas.
“Cepat
bersihkan dirimi, kau menjijikkan!” teriak Jungkook ketika Jimin sudah masuk
kamar mandi.
Jungkook dan
Heoseok sedikit iba pada Jimin. Kamar Jimin jauh dari kata rapi, tidak seperti
biasanya. Heoseok yang membuka ponsel Jimin untuk melihat pesannya, membuat
Jungkook dan heoseok makin simpati padanya. Selama ini Jimin terus mengirim
pesan pada Nara, dan sudah jelas tidak ada satu pesanpun yang Nara balas. Jimin
juga masih mencoba menelponnya jika dilihat dari catatan panggilannya, dengan
jumlah tidak main-main banyaknya.
Air membuat
Jimin sadar, Jimin terus mengeluh ketika berganti pakaian. Tidak berhenti
menyalahkan cara Jungkook yang membangunkannya dengan kasar, membuat kepalanya
sangat pusing sekarang. Tapi Jungkook tidak peduli, yang penting Jimin bisa
bangun.
“Ayo cepat
berangkat!” ajak Jungkook ketika Jimin sudah berpakaian rapi.
“Aku belum
sarapan, tolol!”
“Beli di luar
saja, aku yang traktir.” Ajak Heoseok, “Kenapa kau begitu menyedihkan
dimataku?” lanjut Heoseok ketika Jimin meraih ponselnya.
“Dia memang
menyedihkan!” kata Jungkook kemudian mendapat pukulan dari Jimin.
Sepanjang
perjalanan Jimin tidak banyak bicara, padahal Jimin pribadi yang begitu ceria.
Tapi sejak Nara memutuskannya Jimin lebih sering muram sekarang. Jimin hanya
berkata seperlunya dan menjawab singkat ketika ditanya. Matanya terus fokus
pada ponsel ditangannya, berharap ada pesan masuk dari orang yang dia tunggu.
Mereka bertiga
memilih untuk mencari DVD di salah satu
pusat perbelanjaan paling besar di kota mereka. Jimin hanya membuntui Jungkook
dan Heoseok, ikut kesana kemari kemanapun Jungkook dan Heoseok pergi. Jimin
sedikit kesal ketika Jungkook dan Heoseok bertengkar memutuskan film apa yang
akan mereka beli, tidak sadarkah mereka bahwa perut Jimin sudah perih menahan
lapar.
“Bisakah
kalian cepat sedikit? Demi Tuhan aku sangat lapar!” kata Jimin ketika dua
makhluk itu beradu argumen dengan keras, bahkan penjaga tokopun memerhatikan
mereka ngeri.
Beberapa menit
kemudian Jungkook dan Heoseok sudah mendapat DVD yang akan mereka tonton nanti.
Jimin segera menagih janji Heoseok untuk mentraktirnya, cacing di perut Jimin
sudah protes keras saat ini. Dia benar-benar lapar baru sadar bahwa seharian
kemarin Jimin tidak makan sama sekali.
Jimin dan
Jungkook memesan makanan, sedang Heoseok terlihat sedang tertarik pada sesuatu.
Sesuatu yang ada tak jauh di depannya. Jimin dan Jungkook yang duduk di
depannya sempat heran, apa yang membuat Heoseok seperti itu.
“Ada gadis
sexy ya?” goda Jungkook untuk menyadarkan lamunan Heoseok.
“Eh?” Heoseok
tidak mendengar teguran Jungkook, Jungkook tidak mau repot-repot mengulanginya
dan kembali sibuk memesan makanan.
Kebetulan
mereka duduk di dekat pintu, jadi mereka bisa melihat dengan mudah siapa saja
yang keluar masuk tempat makan itu. Jimin sibuk dengan makanannya, dilahapnya
setiap suap makananya dengan brutal. Jungkook melirik ke arah Jimin ngeri.
Sedagkan Heoseok, dia jadi lebih diam, setiap gerak-geriknya terlihat tak
nyaman.
“Kau kenapa
sih?” tanya Jungkook heran.
“Kalau sudah
selesai langsung pulang ya.” Ajak Heoseok.
“Kenapa sih?
Habis liat hantu?” tanya Jungkook penasaran. Heoseok tidak menjawab membuat
Jimin mengangkat kepalanya untuk melihatnya. Heoseok segera mengalihkan
tatapannya dengan cepat ketika Jimin sedang melihatnya. Jimin tidak bodoh,
Jimin tau Heoseok sedang memerhatikan sesuatu. Jimin menoleh mengikuti arah
mata Heoseok tadi, keningnya berkerut
mencoba untuk mencari apa yang Heoseok lihat tadi.
Lalu matanya
berhenti pada satu titik, Jimin bisa melihat figur seseorang yang begitu dia
kenal. Meskipun Jimin melihatnya dari belakang, tapi Jimin begitu yakin bahwa
sosok itu adalah sosok yang dia kenal.
Sosok yang
Jimin kenal kini berdiri, terlihat bercanda dengan seseeorang yang duduk di
depannya. Jimin tau benar bahwa gadis yang sedang dia lihat saat ini adalah Lee
Nara, dan orang yang sedang bersama Nara saat ini adalah –Kim Taehyung.
Tertegun melihat
mantan kekasihnya sedang terlihat bahagia bersama orang lain. Seharusnya Jimin
menyukai senyum Nara, tapi kenapa sekarang dia merasa kesal? Dia merasa marah,
dia merasa ini sangat tidak adil. Jimin tulus menyanyangi Nara, tapi kenapa Nara
melakukan ini padanya? Apa Jimin kurang baik dalam menyampaikan perasaannya
pada Nara, sehingga Nara tidak tau betapa Jimin menyayanginya?
Entah bagaimana
tapi Jimin merasa persediaan oksigen di ruangan itu tiba-tiba berkurang. Karena
Jimin tercekat sekarang, sulit bernafas. Jantungnya berdetak cepat meminta
pasokan oksigen lebih, tapi kemana semua oksigen itu pergi? Kenapa dadanya
teasa sakit sekarang? Jimin sakit, ya, hatinya sakit. Perasaannya luka.
Seharusnya Jimin
kembali fokus pada makanannya, mengingat dia begitu kelaparan. Tapi kenapa dia
tidak mau melepas pandangannya dari dua orang yang kini sedang berdiri seakan
bersiap untuk pergi darisana? Jimin tidak mau melepas pandangannya dari orang
yang begitu dia sayangi. Jimin bodoh, semakin dia terus melihat Nara bersama
Taehyung semakin sakit dadanya. Dan coba lihat sekarang, Taehyung merangkul Nara
ketika mereka berjalan menuju pintu keluar. Tunggu, bukankah artinya itu Nara
dan Taehyung akan melewati meja Jimin? Sial, Jimin tidak boleh terlihat
menyedihkan, Jimin ahrus bisa mengatasi ini. Jimin tidak mau Nara melihatnya
dalam keadaan sedih. Jimin baik-baik saja.
Bukan hanya
Jimin yang sekarang melihat ke arah Nara dan Taehyung yang jaraknya semakin
dekat dengan meja mereka. Tidak ada senyum dari Jungkook ataupun Heoseok,
seakan dua orang itu bisa merasakan apa ayng sedang Jimin rasakan. Beruntung Jimin
yang mengalami situasi seperti ini, tidak bisa diyangkan jika Jungkook yang
melihat mantan kekasihnya dengan laki-laki lain. Mungkin meja di depannya sudah
terbalik dari beberapa menit lalu.
Jimin kembali
menghadap ke depan, berusaha membuat agar Nara tidak melihat ke arahnya. Tapi terlambat,
karena Nara sudah lebih dulu mendapatkannya ketika berjalan ke arah mereka. Nara
melihat Jimin dengan tatapan aneh, antara sedih dan merasa bersalah. Oh,
baguslah jika Nara merasa bersalah! Tidak bisakah dia melihat Jimin yang selalu
ada untuknya selama ini? Allu apa sekarang? Nara sedang bersama Taehyung tidak
lama setelah dia memutuskan Jimin. Orang gila juga tau, jika Nara pasti sudah
dekat dengan Taehyung ketika Nara masih bersama Jimin.
“Jungkook!”
panggil Taehyung. Oh ya, jangan melupakan fakta bahwa Taehyung adalah teman
Jungkook. Yang disapa hanya diam, memerhatikan Taehyung dengan tatapan
meremehkan. Jujur saja, Jungkook merasa kesal untuk Jimin sekarang. Bagimana bisa
Kim Taehyung seang bersama Nara sekarang, dengan lengannya yang melingkar di
pundak Nara. Harusnya Taehyung tau bahwa ada Jimin disana, harusnya dia tau
kenyataan bahwa Jimin adalah mantan Nara. Dan tentunya Taehyung harus tau,
bahwa Jimin masih berusaha untuk mendapatkan kembali hati Nara.
“Jeon
Jungkook... aku duluan...” kata Taehyung kikuk menyadari Jungkook tidak
membalas sapaannya.
Jimin mengangkat
kepalanya untuk sekedar ingin menatap Nara walau sesaat. Matanya bertemu dengan
mata Nara, Jimin tersenyum, dan saat itu juga Nara merasa ada jutaan pedang
menancap di jantungnya. Jimin masih bisa tersenyum?
Mungkin
benar jika Jimin tersenyum, tapi tatapan tidak bisa bohong, tatapan Jimin
seakan berkata ‘kenapa kau lakukan ini
padaku?’
“Sudah
mau pulang?” kalimat itu meluncir begitu saja dari bibir Jimin, Heoseok dan
Jungkook segera menatapnya tak percaya, Jimin berusaha untuk menarik bibirnya
ke samping.
“Ya.”
Jawan Nara singkat dan lirih, “Kami pergi dulu.” Kata Nara kemudian, menarik
taehyung untuk segera keluar darisana. Jujur saja, Nara tidak tega melihat
Jimin seperti saat ini sekarang. Nara tau, pasti Jimin merasa kesal dan sakit
hati. Nara mencoba menyembunyikan semua ini, tapi apadaya akhirnya Jimin tau
juga –dengan mata kepalanya sendiri. Nara sangat yakin, Jimin pasti sudah tau
alasan memutuskannya sekarang, tentu saja alasannya karena Kim Taehyung.
Perih. Jimin melihat
Nara dan Taehyung berjalan keluar, dengan Nara yang masih berada dalam
rangkulan Taehyung. Jimin ingin tersenyum seperti bagaimana dia bisanya, tapi
kenapa hal itu begitu susah sekarang? Jimin tidak sanggup untuk tersenyum. Jujur
saja, Jimin menyerah. Jimin tidak bisa berbohong lagi, Jimin tidak bisa
menghindari kenyataan bahwa dia sakit hati.
“Ayo
cepat pulang. Moodku sudah hilang!” kata Jungkook dingin. Jungkook begitu marah
melihat temannya diperlakukan seperti ini. Jungkook tau bagaimana usaha Jimin
untuk mendapatkan Nara dulu, Jungkook tau fakta bahwa Jimin begitu menyukai Nara.
Untuk kasus ini, Jungkook benar-benar ingin memukul Taehyung tepat di wajahnya.
Jimin
hanya mengikuti saja, Heoseok menatapnya khawatir, sedang Jungkook tidak tau
berapa umpatan yang suah keluar dari mulutnya. Satu hal yang membuat Jungkook
bertambah kesal, kenapa Jimin hanya diam saja?
Sore
itu hujan deras, membuat Jimin basah sempurna. Bahkan tetes hujan yang begitu
deras membuat tubuhnya sakit, tapi itu tidak sebanging dengan sakit hatinya.
Dan
disanalah Jimin, di depan rumah Nara. Menunggu Nara untuk mau membukakan pintu
untuknya. Jimin mencoba percaya bahwa inihanya salah paham. Jika memang ini
bukan sebuah salah paham, pasti semua ini salahnya hinggamembuat Nara berpaling
pada Taehyung. Jimin ingin minta maaf. Jimin ingin memohon agar Nara kembali
padanya. Jimin tidak bisa menerima semua ini.
Tidak
tau sudah berapa lama Jimin berdiri disana. Jimin akan terus berada disana
sampai Nara membukakan pintu untuknya. Dan waktu itu tiba, Nara keluar dari
rumahnya. Bukan untuk mempersilahkan Jimin masuk, melainkan menyuruh Jimin
untuk pergi.
“Kau
basah kuyup! Cepat pulang!” teriak Nara mencoba mengalahkan suara hujan.
“Aku
minta maaf!” teriak Jimin dari luar pagar. Nara meringis, dia tau bukan Jimin
yang seharusnya minta maaf disini.
“Pergilah
Jim, jangan membuatku semakin merasa bersalah!” ucap Nara, suaranya kini
bergetar. Tidak taukah Jimin bahwa sikapnya seperti ini membuatnya sedih? Tidak
taukah Jimin bahwa Nara sudah jelas-jelas menyakitinya?
“Aku
akan menunggumu.”
“Jangan
menunggu seseorang sepertiku! Pergilah Jim, kumohon. Jangan membuatku merasa
bersalah.” Nara menahan airmatanya. Nara tidak mau menangis, tapi perasaannya
menangis untuk Jimin.
“Aku
tidak masalah jika kau bersama Taehyung sekarang. Tapi tolong jangan jauhi aku,
jangan menyuruhku untuk pergi. Aku selalu ada untukmu jika kau membutuhkan
sesuatu. Kau bebas menghubungiku kapan saja. Ini janjiku Lee Nara, aku akan
menunggumu!” rentetan kalimat Jimin berhasil menghancurkan pertahanan Nara. Kini
dia menangis, mengapa Jimin begitu bodoh? Tidak bisakah dia pergi? Harusnya Jimin
membencinya saat ini, tapi coba lihat apa yang Jimin lakukan!
“Hyung!
Brengsek apa yang sebenarnya kau lakukan sekarang!” Jungkook menariknya,
membuat Jimin berada dalam perlindungan payung yang Jungkook bawa.
“Sudah
kubilang jangan mengikutiku.” Kata Jimin pada Jungkook membuat Jungkook semakin
kesal.
“Bodoh!
Jangan membuat dirimu menyedihkan seperti ini. Memohon padanya seakan kau
adalah orang ketiga. Dan kau Lee Nara! Sadarkan dirimu! Taehyung –pacarmu sekarang
–adalah orang ketiga dari kisah kalian!” Jungkook berteriak keras, Jimin mendorong
Jungkook membuat Jungkook tersungkur. “Hyung!” bentak Jungkook.
Buk!
Jungkook
memukul Jimin, Jimin terhyung karena pukulannya. Tepi bibirnya berdarah, Nara
berteiak mendapati Jungkook memukul Jimin.
“Jeon
Jungkook!” teriak Nara, membuka pagar rumahnya dengan cepat.
“Pukulan
ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan apa yang kau perbuat! Dan kau
hyung...” Jungkook menatap Jimin, “...aku tidak akan berhenti memukulmu agar
kau segera sadar!”
Jungkook
menarik Jimin, mengajaknya untuk pergi menujumobilnya yang dia parkir tak jauh
arisana. Jimin tidak menolak. Jimin tidak tau harus berbuat apa, Jimin hanya
melambaik pada Nara ketika Jungkook menariknya dengan kasar. Jimin tersenyum
pada Nara.
***
Jimin meneguk
habis susu kotak strawberry yang baru dia beli, sembari menatap satu titik yang
terlihat begitu indah –tapi menyakitkan.
Nara dan
Taehyung sedang makan bersama di kantin, Jimin memerhatikannya sejak tadi. Rasanya
senang bisa melihat senyum Nara yang selalu dia rindukan. Jangan tanyakan apa
Jimin tidak sakit hati. Tentu saja dia sakit hati, tapi entah sejak kapan
perasaan itu menjadi candu baginya. Jimin rela merasa dadanya sesak, asal bisa
melihat Nara tersenyum sebagai gantinya. Meskipun Jimin sadar sepenuhnya, Nara
tersenyum untuk orang lain.
A/N: Lagi banyak menemui kisah serupa di dunia nyata, seru aja buat ngikut ngegalau. Tapi kisah ini sudah terlalu banyak bumbu, apalah saya imajinasi hamba yang ingin membuat Jimin tersakiti. But yeah, this just for fun even though it's sad. kkkk
Komentar
Posting Komentar